Q&A: MENILAI PERKARA YANG PERLU NST ATAU TIDAK?

[2/14, 9:42 AM] rio : Ustadz. Dalam satu syarahan ustadz pernah bilang. Kalau masalah tak berat. Jangan “naik”.

Misalnya jangan naik tanya Allah untuk menu makan malam apakah makan sate atau bakso. Untuk yang begitu tak payah naik. Makan saja.

Kalau kes berat baru kita “naik”.

Kadang-kadang membedakan mana yang harus macam biasa, mana yang harus tunggu “perintah” ini yang saya belum pandai.

Seperti ustadz kata Rasulullah SAW sekali waktu berhutang pada yahudi. Karena hidup macam biasa.

Tapi sekali waktu yang lain, Rasulullah SAW untuk biaya perang badar beliau “naik” sampai Allah turunkan ayat.

Kadangkali, syetan pintar juga mengganggu, saat mau “naik” dan berserah tunggu ilham, syetan mengatakan harusnya masalah yang ini dihadapi dengan hidup macam biasa.

Jadilah kita bingung, hidup macam biasa-kah atau “naik” untuk kes yang ini?

Mohon bimbingan ustadz. Supaya jelas kami membedakan dan yakin bahwa suatu masalah memang harus NST. Seperti ustadz yang tidak “goyah” dan tidak meminjam pada anak sulung saat ada kesulitan keuangan.

Mohon maaf sebelumnya ustadz kalau pertanyaannya bolak-balik.

[2/14, 11:31 AM] Ustadz Hussien Abd Latiff: Rio, insya-Allah menerusi.latihan anda akan menjadi lebih peka (bagus) menilai perkara yg perlu NST dan yg tidak. 

Kadangkali ada perkara tak payah NST atau tak payah hidup macam biasa seperti menilaikan durian itu bagus atau ngak. Itu hanya perlu hantar ke ustaz, insya-Allah, beres. Betul tak geng!

[2/14, 11:32 AM] rio : Insyaallah ustadz. Terus berlatih 💪🏻😁


 

Catatan:

Artikel tanya jawab ini diperuntukkan bagi yang sudah memahami kajian Makrifatullah. Apabila ada diantara pembaca yang belum memahami, harap terlebih dahulu membaca SILABUS KAJIAN dan mengikuti dengan runut pembahasan satu per satu sejak awal.

 

YAMAS

Yayasan Makrifatullah Sedunia (YAMAS) - Indonesia

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *