MERAJUT KEFAHAMAN
Oleh Agus Tiyono, SH (Ketua Umum YAMAS-Indonesia)
MERAJUT KEFAHAMAN 1.
KUNCI
Pada permulaan Allah saja yang ada, tiada apa pun bersama-Nya.
Agar tidak terjebak, kita mesti menafikan tentang ruang dan waktu. Ketika memahami KUNCI, kadang minda kita menempatkan Allah pada ruang dan waktu. Ini lah salah satu penyebab gagal faham. Allah tidak dibatasi ruang dan waktu ( dimensi ). Absolut, mutlak tidak terbatas. Maha Ghoib, tidak serupa tidak seumpama, tak ada yang menyamai-Nya. Tunggal.
PINTU
Allah firman KUN pada diri-Nya sendiri.
Mesti difahami bahwasannya KUN Allah ini hanya sekali saja. Dan hanya Allah saja yang berhak KUN FAYA KUN. Karena apa, Allah tidak dibatasi ruang dan waktu. Ketika Allah firman KUN, semua terjadi serentak/seketika, tanpa melalui proses. Proses hanya berlaku pada sesuatu yg ada di dalam ruang dan terikat waktu. Dan itu mustahil bagi Allah. Firman KUN hanya sekali berlaku karena tak ada waktu yang mengikat. Bagaimana mungkin KUN berulang kali kalau tak ada waktu yang mengikat. Untuk terjadi berkali2 pasti butuh waktu ( masa ). Ingat, Allah tidak terikat ruang dan waktu.
PRINSIP DASAR
Dari sedikit Diri-Nya terjadilah Dzat ( unsur ).
Dari Dzat terdhohirlah Lauh Mahfudz. Serba serbi ciptaan semua terangkum di LM. Termasuk ruang dan waktu. LM mesti ada ruang dan waktu. Kalau tidak ada ruang bagaimana ciptaan bisa menjadi sebuah rupa/sifat/bentuk.
Bagaimana ada pergerakan/perubahan/perbuatan kalau tak ada waktu ( masa ).
Bayangkan, bagaimana gambar bisa dilihat tanpa ada garis dan warna. Garis dan warna inilah batas/ketetapan/takdir.
Bayangkan lagi, gambar tidak akan bisa begerak kalau tak ada durasi waktu. Contoh video. Sebelum dikasih waktu ( masa ) dia masih berupa foto. Waktu ( masa ) inilah yang menjadikan dia bergerak/berubah/berbuat. Inilah batas/ketetapan/takdir.
IKTIBAR.
Semua sudah beres sejak KUN. Sempurna, teguh, tak ada perubahan pada rencana-Nya. Terbaik, berhikmah. Tak ada yang sia-sia.
Marilah kita menyerah.
Saksikan Ya Allah kami semua menyerah……..sungguh, tak ada campur tangan kami sedikitpun.
Allahu akbar. Allahu akbar. Allahu akbar. Laa ilaha illallah. Allahu akbar.
Ied mubarak. Kembali fitri. Tak wujud.
MERAJUT KEFAHAMAN 2
PRINSIP DASAR
Dari sedikit Diri-Nya terjadilah Dzat.
Istilah “sedikit” ini hanya sebuah metode pendekatan agar akal/minda mampu memahami maksud yang akan disampaikan, dalam hal ini “Makrifatullah”.
Kita memahami bahwasannya Allah tidak berada dalam dimensi ( ruang dan waktu ). Tentunya, tidak ada istilah sedikit, banyak, besar, kecil, panjang, pendek, dekat, jauh. Allah Maha Ghoib, tidak serupa tidak seumpama, Tunggal.
Namun karena kita (ciptaan) sudah Allah letakkan dalam dimensi ruang dan waktu tentunya kita memakai istilah/bahasa untuk menjelaskan segala sesuatu biar mudah difahami.
Istilah “sedikit” dipakai bersandar pada Maha Besar Allah. Kalau Allah Maha Besar tentu ciptaan-Nya mestilah sangat2 kecil sampai hitungan terkecil yg bisa difahami ciptaan-Nya.
Allah Maha Menghitung. Mengajari hamba-Nya mengenal perhitungan, perbandingan, skala, prioritas, angka dsb. Namun kecil besar ,sedikit banyak ini bukan seperti pemahaman seperti kita yang didalam “ruang”.
Allah Maha Teliti. Ketelitian mesti berhubung kait dg sesuatu yg rumit, sangat2 kecil, samar, pemerhatian tinggi, detail dan perfect. Ini juga sebuah alasan untuk membuktikan ciptaan itu sangat2 kecil sehingga diperlukan ketelitian. Allah mengenalkan Asma-Nya untuk mengajar hamba-Nya.
Semua ini adalah sebuah pemahaman yang akan mengantar untuk meng-Agungkan Allah se-Agung2nya. Me-Muliakan Allah se-Mulia2nya. Men-Sucikan Allah se-Suci2nya. Dan tidak men-sifati Allah dengan sifat2 yng tidak semestinya. Dengan begitu Ke-Agungan, Ke-Muliaan, Ke-Sucian Allah akan senantiasa terjaga. Dan sangat2 layak, untuk disebut “Tuhan”.
Dzat inilah unsur, asal muasal segala ciptaan. Semua yang berkenaan dgn ciptaan harus berasal dari Dzat. Oleh karena itulah Dzat ini disebut wajibul wujud. Wujud yang wajib adanya bagi segala sesuatu.
Apakah Dzat itu Allah?
Maha Suci Allah dari segala bentuk pensifatan dan penistbatan.
Misal, ketika kita membuat film ” Tarzan ” di minda kita. Apakah semua yang ada dalam angan2 (kehendak minda) itu seperti kita? Tentu tidak. Film itu hanya imajinasi saja. Unsurnya dari imajinasi. Segala gambaran/wujud yg nampak hanyalah imajinasi. Bukan riil.
Dari sini kita bisa memahami bahwasanya Allah berbeda dengan makhluk. Allah Maha Agung, Maha Mulia, Maha Suci. Tak akan pernah dicapai oleh apapun. Tiada pengertian.
Sampai disini kita hanya mampu mengatakan Allah itu “Ada”. Siapa Allah bagaimana wujud -Nya kita tak tahu. Pintu Pribadi-Nya tertutup rapat. Tiada jalan bisa mencapai-Nya.
Oleh karena itulah dalam konsep Dzatiyah mengatakan, la maujuda illa dzatillah. Tak ada yang wujud kecuali Dzat Allah.
Segala pernak pernik, serba serbi semua ada dalam wilayah Dzat. Dzat yang berasal dari Diri-Allah yang “sedikit”.
Sebatas itu sajalah kemakrifatan kita terhadap Allah.
Sebatas itu sajalah kita mampu meng-Agungkan Allah.
Sebatas itu sajalah kita meg-Agungkan Allah se-Agung2nya.
Sebatas itu sajalah kita tidak mensifati Allah dengan sifat2 yang tidak semestinya.
Sebatas itu sajalah sebenar-benarnya pengenalan.
Subhanallah. Subhanallah. Subhanallahil adhim.
KOMENTAR